Rabu, 20 Agustus 2014

Monolog



Sssttt….
Aku harap saat kamu membaca ini, kamu tidak sedang merasa bahagia atau pun sedih, biasa-biasa saja.
Kita mulai monolog ini…

Beranjak pergi dan kembali. Setiap orang akan selalu begitu, untuk mencari dan menemukan, seperti dulu saat aku mencarimu dan kamu menemukanku. Entah itu garis takdir yang sudah ditetapkan atau memang konspirasi semesta yang mempertemukan kita dan lalu… memisahkan.
Aku selalu kagum dengan rahasia waktu, khususnya pada pukul satu dini hari saat aku mendoakanmu. Lamat-lamat pikiranku berputar memikirkan doa apa lagi yang kurapal pada Tuhan untukmu? Jika kamu selalu bahagia bersama… orang lain di luar sana.

Aku sudah lupa rasanya bermanja-manja tanpa harus merasa takut dikejar-kejar waktu yang selalu cemburu ketika aku bersamamu.Dahulu di bangku taman atau kedai kopi langgananmu, kita berseteru untuk mengarang cerita-cerita lucu, yang nantinya kau tulis di buku diarimu.
Dan, waktu tanpa sadar akan selalu menuntutmu ke depan, sekali lagi. Aku semakin penasaran dengan rahasia waktu. Itu membuatku ingin mencopot jarum jam yang selalu bergerak ke arah kanan, dan memerintahkannya untuk bergerak ke arah kiri. Agar aku bisa kembali ke masa itu lagi.
Seperti biasa malamku sederhana, tak ada perayaan yang berlebihan selain merindukanmu pulang. Aku tidak terlalu berharap lagi untuk yang kusebutkan barusan, karena bagiku merelakan adalah satu-satunya pilihan yang harus kulaksanan tanpa ada opsi lain meski itu bukan yang terbaik. Setidaknya untukmu dan kesembuhan hatiku.
Ingin rasanya sesekali aku mampir lagi ke terminal tempat biasa aku menjemputmu pukul lima pagi, udara masih terlalu tajam untuk ditabrakan pada muka bantalku. Semua menjadi segar, karena yang kuingat adalah senyummu yang lebar ketika kamu turun dari bis yang mengantarmu dari rumah ke hadapanku. Aku selalu menyukai itu.
Sebentar lagi hari ulang tahunku, kau masih ingat itu? Kado yang paling kuinginkan hanyalah senyum manismu yang sederhana, tetapi syaratnya kamu harus memandangiku sebentar dan mengingat-ingat hal bodoh yang kita lakukan bersama dulu. Ya, bernostalgia.
Menaiki bianglala, menikmati keemasan senja di atas ketinggian permukaan tanah. Berputar naik ke atas dan ke bawah, seakan gravitasi enyah. Kita bertatapan dan membiarkan sorot mata kita yang berbicara lewat bahasanya. Kemudian saat senja mulai sempurna, tanpa sadar dan aba-aba bibir kita digerakkan rindu agar bertemu untuk mencicipi manisnya cinta. Kecupan kecil yang memabukkan, rasanya aku ingin waktu menghentikan tugasnya sementara, lalu terlelap dalam pelukanmu. Sebentar saja, tolong biarkan aku menikmati kebahagiaan yang nantinya akan kukenang selamanya.
Sekian…
Aku sedang dalam perjalanan melupakanmu. Tolong, kali ini aminkan doaku, agar aku selamat sampai ke tempat di mana tak ada lagi kamu.

sumber: Fallen Pratama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar